me.. I learn how to be strong, happy, and work hard. I will remain to learn how to survive although they leave me here alone because i know, I or they are, nothing endless, soul and body might possibly go anywhen...so I will never say that they leave me, they support me with books, life book, there is many knowledge in every sheets, the light in darkness, teaching me how to be survive, and that thing show to me that a love which was not said they are in my heart... accompanying me...always
Sabtu, 20 Desember 2008
_wanita Perkasa aCeh_
Dari bumi Aceh telah banyak
terlahir wanita-wanita
perkasa, yang dalam sejarah
dunia sekalipun sulit dicari
perbandingannya. Salah
satunya adalah Putri Betung.
Alkisah dalam Hikayat Aceh
dan Hikayat Raja-raja Pasai,
asal-usul yang menurunkan
kemuliaan dan kebesaran
Sultan Iskandar Muda yang
bertakhta di Aceh
Darussalam dan raja-raja
Samudra Pase (Aceh Utara)
adalah berasal dari rahim
bidadari yang diberi nama
Putri Betung.
entang hikayat Putri Betung,
alkisah ia adalah
anak bidadari yang ditemukan
Raja Muhammad di
hutan. Kemudian Raja
mengangkatnya sebagai
anak yang kelak dinikahkan dengan
Meurah Gajah, yang merupakan
anak raja Ahmad, saudara tua Raja
Muhammad. Versi lain Hikayat
Aceh menyebutkan, perkawinan
Putri Betung dengan Merah Gajah
melahirkan dua anak, laki-laki dan
perempuan, masing-masing bernama
Sultan Ibrahim Syah dan Putri
Sapiah. Sementara versi Hikayat
Raja-raja Pasai menyatakan bahwa
Putri Betung melahirkan dua anak
laki-laki bernama Meurah Silu yang
selanjutnya bergelar Sultan Malik
As Shaleh, pendiri Kerajaan Samudra
Pase, dan Meurah Hanum.
Kisah Putri Betung ini menarik
untuk disimak karena selain memiliki
simbol sebagai Rahim Mulia,
yang menjadi perantara lahirnya
raja-raja besar, juga memiliki cacat
tubuh. Lazimnya, seorang putri adalah
perempuan yang digambarkan
cantik jelita, dengan tubuh sempurna,
dan perilaku patut. Namun,
menurut Hikayat Aceh tersebut, di
bagian kanan dagu sang putri ditumbuhi
sehelai rambut panjang dan
berwarna putih mencolok. Sehingga
sang suami, Meurah Gajah yang
bergelar Raja Syah Muhammad,
kurang senang dan merasa malu
hati terhadap “ketaksempurnaan”
di tubuh istrinya tersebut.
Oleh sebab itu, pada suatu hari
sang raja meminta agar istrinya mencabut
“rambut asing” di tubuhnya
itu. Tapi permintaan sang raja ini
ditolak mentah-mentah oleh sang
putri. Sang putri beralasan, jika
rambut “aneh” itu dicabut dari tubuhnya,
maka niscaya akan terjadi
perceraian diantara mereka. Serta
merta mendengar alasan Putri Betung
tersebut, Sang raja diam saja,
tapi diamnya sang raja bukan berarti
mau mendengarkan alasan sang
putri, tapi sang raja sedang mengatur
siasat bagaimana supaya rambut
“aneh” tersebut tetap harus dicabut,
sehingga segala cara dan upaya
diusahakan untuk mencari ke-
Betung: Sang Putri yang
Melahirkan Raja-Raja Besar di Aceh
lengahan sang putri Betung tersebut.
Pada suatu hari niat sang raja
kesampaian juga, saat itu ia melihat
sang istri sedang tertidur dengan
pulas, maka dengan mengendapendap
dicabutnya “rambut asing”
tadi dari tubuh sang putri. Setelah
sang raja mencabut “rambut asing”
tadi dari tubuh sang putri, tidak
lama kemudian maka terjadilah
keanehan yang luar biasa. Dari dagu
sang dewi, yaitu dari liang bekas
cabutan rambut aneh tadi, mengalir
tiga titik darah putih, akhirnya Putri
Betung pun meninggal tidak lama
kemudian.
Kejadian tersebut membuat Raja
Muhammad, ayah Putri Betung marah.
Lalu serta merta dikirimnya
pasukan untuk menyerbu Raja Muhammad
Syah, dalam pertempuran
tersebut akhirnya Raja Muhammad
Syah terbunuh. Ketika mendengar
sang raja terbunuh, Raja Ahmad pun
marah, lalu mengirim pasukan untuk
menyerbu Raja Muhammad.
Dua bersaudara itu pun berperang
sehingga disebutkan dalam hikayat
tersebut bahwa dua kerajaan itu
akhirnya musnah.
Dari hikayat tersebut juga diuraikan
bahwa dari rahim Putri Betung
lah lahir raja-raja, yang uniknya diakui
oleh kemaharajaan Aceh
Darussalam dan Samudra Pase.
Kedua kemaharajaan itu bersaing
memperebutkan Putri Betung, yang
berasal dari dunia supranatural
atau alam gaib, untuk melegitimasi
kebesarannya. Entah kebetulan,
kisah Putri Betung ini serupa dengan
kisah raja-raja Mataram yang
selalu dikisahkan beristri Ratu Kidul.
Artinya, keadiluhungan seorang
raja dikarenakan menguasai dua
dunia, supranatural dan natural.
Sedangkan Meurah Gajah, selaku
ayah yang menurunkan raja-raja
besar itu, tak diketahui asal-usulnya.
Putri Betung tidak sendiri, sejarah
kegemilangan Aceh telah pula
melahirkan wanita-wanita perkasa
lainnya, sebut saja misalnya Laksamana
Keumalahayati yang
memimpin laskar Inong Bale (laskar
janda) di zaman Sultan Riayat Alaudin
Sjah IV (1589-1604) untuk mengusir
angkatan laut Belanda di
bawah pimpinan Cornelis de Houtman
(1506-1599). Di masa pemerintahan
Sultan Riayat Alaudin Sjah V
(1604-1607) dibentuk Suke Kaway
Istana (Resimen Pengawal Istana)
yang terdiri dari Si Pai’ Inong (prajurit
perempuan) di bawah pimpinan
Laksamana Meurah Ganti dan
Laksamana Muda Cut Meurah Inseuen.
Kedua laksamana perempuan
itu berjasa membebaskan Iskandar
Muda dari tahanan Sultan
Riayat Sjah V yang konon bejat moral
dan kelak tahanan itu menjadi raja
adiluhung di Kerajaan Aceh Darussalam.
Di zaman Sultan Iskandar Muda,
tradisi prajurit pengawal istana perempuan
masih dilanjutkan, dan di
antara Divisi Pengawal itu yang
paling terkenal adalah Divisi Keumala
Cahya. Disebutkan pula bahwa
perempuan Aceh telah menjabat
s e -
bagai Uleebalang (kepala pemerintahan
daerah), seperti Cut Asiah,
Pocut Meuligoe, dan Cut Nya’
Keureuto. Pada era Aceh berperang
melawan Belanda, terdapat seorang
panglima perang perempuan sekaligus
alim ulama yang lahir di Lam
Diran pada tahun 1856 bernama
Teungku Fakinah. Tradisi panglima
perempuan di medan perang mewarisi
ke generasi Tjut Nyak Dhien,
Pocut Baren, Cut Meutia, Pocut Biheu,
dan Cutpo Fatimah.
Kita juga tidak bisa melupakan
tentang kehebatan perempuan Aceh
lainnya yang jarang disebut-sebut
dalam sejarah Aceh, seperti Darwati
Putroe Jeumpa yang merupakan
penakluk Kerajaan Jawa-Hindu
Majapahit, kemudian sejarah kegemilangan
Putroe Jeumpa lainnya
seperti Dewi Manyang Seuludongau
ada yang menyebutnya dengan sebutan
Dewi Ratna Keumala yang
akhirnya menjadi Maha Ratu Islam
Pertama di Nusantara.
Di Aceh, sejarah kegemilangan
dan peran perempuan tidak bisa
dinafikan. Tapi sayangnya kekuasaan
dan peran perempuan tersebut,
sering kalah pamor dengan hegemoni
kekuasaan laki-laki, sehingga
diyakini oleh sebagian peneliti untuk
melenyapkan Putri Betung
dibuatlah sebuah paradoks tentang
kecacatan tubuh Putri Betung sebagai
pemicu penghancuran
asketisme.
Politik perempuan Aceh di tengah
konflik bersenjata dan kekerasan
negara adalah sering dengan
menggunakan lheuk jago meulet, yang
disebut lheuk jago meulet, (lheuk adalah
sejenis burung) yang menggunakan
kecerdikan dan daya pikatnya
untuk menghadapi musuh,
dalam hal yang acapkali tidak serta-
merta merupakan kepentingan
perempuan untuk menonjolkan
kekuasaannya. Gaya politik yang
melekat pada perempuan Aceh ini
tak jarang menimbulkan ketegangan
dengan subyektivitas politik feminisme
yang sedang menggeliat di
Aceh.
Hikayat Putri Betung sebagai
representasi kompromi antara
kekuasaan perempuan dalam hegemoni
kekuasaan laki-laki terinstitusi
dalam sistem sosial Aceh hingga
saat ini. Tampilnya pemimpin perempuan
Aceh di medan perang
masa lalu pada dasarnya adalah
melanjutkan posisi perjuangan suaminya
yang telah gugur. Perempuan
itu tampil setelah menjanda. Contohnya
adalah institusi Inong Balee.
Ratu Nihrasiah, Ratu Safiatuddin,
Panglima Keumalahayati, Tjut
Nyak Dien, dan lainnya tampil di
garis depan menggantikan kepemimpinan
dan perjuangan suami
masing-masing. Kekuasaan perempuan
itu ada di dalam hegemoni
kekuasaan yang beridentitas ke-
Acehan. Identitas ini sendiri merupakan
dialektika dari perkawinan
dan persaingan tradisi “indigenous”
dengan Islam hingga disebut
Islamnya orang Aceh berbeda dengan
gerakan politik Islam. Dalam
pandangan “Islam-nya orang
Aceh”, sistem nilai ini membebaskan
perempuan.Tapi hegemoni
yang berlapis-lapis ini mengenyahkan
perempuan Aceh ke kesunyian
yang terdalam. Pemimpin perempuan
di masa lalu seperti Keumalahayati,
Teungku Fakinah, Tjut Nyak
Dhien dibuang ke wilayah mitos
(seperti nasib Putri Betung), diagungkan,
dipuja, tetapi kehilangan
entitas politiknya. Hal ini senada
dengan rintihan Tuan Putri Kusuma
Dewi, dalam karya Amir
Hamzah, Sultan Alauddin Riayat
Syah: “… Mak, beginilah rupanya menjadi
permaisuri itu, dijunjung tinggi
ditayang-tayang, dirum-rum, dipujapuja,
tetapi semuanya hampa belaka, aku
sendiri kesunyian…”
(Sumber:MODUS ACEH)
Langganan:
Postingan (Atom)
My Name..
What HERY SUHENDRA Means |
E is for Easy R is for Refined Y is for Young S is for Sassy U is for Unusual H is for Honest E is for Expressive N is for Neat D is for Dramatic R is for Rich A is for Ambitious |