WeLLCome

SeLamat Datang di Web Hery Suhendra, SeLamat menikmati...


Minggu, 20 Desember 2009

Aceh dan Melayu

Darwis A Soelaiman - Opini “Melayukah Aceh atau Acehkah Melayu?” tulis Kamaruzzaman Bustaman Ahmad KBA) dalam Serambi (12/12/2009). Pandangannya bahwa Aceh bukanlah Melayu. Malah dikatakan tidak ada hubungan sama sekali dengan Melayu. Ia juga mempertanyakan mengapa Malaysia menganggap Aceh sebagai Melayu sementara konsep Melayu itu sendiri di Malaysia katanya sedang bermasalah. Terkesan KBA mengacaukan istilah Malaysia sebagai satu Negara (konsep politik) dengan istilah Melayu sebagai sebuah konsep kebudayaan. Dengan merujuk kepada Konstitusi Malaysia, dikatakan bahwa definisi Melayu adalah: yang berbahasa Melayu, yang beragama islam, dan lahir sebelum tahun 1957 di Malaysia. Syarat itu tentu menunjuk kepada “orang”, yaitu sebagai syarat untuk etnis Melayu sebagai warga negara Malaysia, bukan menunjuk pada definisi atau identitas Melayu. Artinya etnis Melayu sebagai warganegara Malaysia adalah mereka yang berbahasa Melayu, beragama Islam, dan lahir di Malaysia, untuk membedakannya dengan etnis lain (Cina, India, dll.) yang juga warganegara Malaysia. Mengacaukan pengertian Melayu sebagai entitas budaya dengan istilah Malaysia sebagai entitas politik sebuah Negara, saya kira suatu kekeliruan logic. Maka tak heran apabila dalam tulisannya itu kita temukan pernyatan-pernyataan yang tidak logis atau rasionalnya tidak jelas, malahan kebenarannya masih debatable, (masih dapat diperdebatkan). Misal disebutkan, bahwa “beberapa tahun terakhir, Malaysia selalu mengajak Aceh sebagai bagian dari peradaban Melayu pra kemerdekaan mereka. Para pemimpin Aceh bangga sekali dengan ajakan ini, bahkan pernah digelar Kongres Melayu Raya di Banda Aceh. Karena kemesraan sejarah inilah seolah-olah Aceh dan Melayu adalah satu.” Kalaulah orang Aceh bangga menjadi bagian dari alam Melayu, maka saya kira itu bukanlah karena ajakan bangsa Malaysia, tetapi memang karena Aceh adalah Melayu dan sudah sejak lama menjadi bagian dunia Melayu. Jika dikatakan “kalau dilihat lebih seksama kebudayaan Melayu itu tidak ada kaitannya dengan tanah Aceh, melainkan dengan Pattani dan tanah Jawa.Sejarah Melayu versi Malaysia banyak diberitakan yang bersumber pada kitab Negarakertagama. Artinya walaupun ada hubungan kerajaan atau peperangan dengan kerajaan Aceh Darussalam, namun Kerak Peradaban Melayu (KPM) di Malaysia tidak ada hubungan dengan Kerak Peradaban Aceh (KPA).. Sayangnya, setelah melihat kegemilangan Malaysia saat ini, KPA mulai menghilang”. Pada bagian lain juga dikatakan bahwa “orang Aceh bangga di klaim sebagai bagian dari Melayu, padahal orang Melayu tidak pernah bangga menjadi bagian dari KPA”. Ia mencontohkan tari-tarian Aceh yang tidak akan pernah dijumpai di dalam sejarah tarian Melayu di Malaysia. Saya kira ungkapan-ungkapan itu tidak menjelaskan mengenai identitas Melayu dan identitas Aceh sehingga tidak cukup alasan untuk mengatakan bahwa Aceh tidak ada hubungan sama sekali dengan Melayu atau Aceh bukan Melayu. Justru terkesan adanya “sentiment” terhadap negeri Malaysia apabila dikaitkan dengan ungkapannya bahwa “identitas Aceh ingin dikuburkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan social politik di rantau Asia Tenggara”. Juga bila disimak kesimpulannya di akhir tulisan bahwa “kalau Aceh adalah Melayu maka 30 tahun yang akan datang ilmu tentang Aceh harus dipelajari di Semenanjung Melayu dan itu adalah kecelakaan sejarah yang paling fatal bagi Aceh”. Mengapa harus demikian? Apa hubungannya kemajuan yang dicapai Malaysia dengan hilangnya KPA? Mengapa kita harus mempelajari Aceh ke negeri jiran itu kalau Aceh adalah Melayu? Dan siapa sesenarnya pihak tertentu yang ingin menguburkan identitas Aceh? Inilah yang saya maksudkan sebagai kekeliruan logic. Sebab Melayu bukanlah hanya Malaysia, dan karena semuanya itu tidak menjelaskan klaimnya bahwa Aceh bukanlah Melayu atau tidak ada hubungan sama sekali dengan Melayu. Apalagi kalau disimak unggapannya yang berikut ini: “Jika ditilik dari sejarah, tanah Melayu memang tempat pertemuan beberapa budaya, mulai budaya jawa, Thai, hingga Aceh. Karena itu keaslian Melayu di Malaysia masih diperdebatkan oleh para peneliti. Untuk mengamankan identitas Melayu, pihak Malaysia berhenti di depan konstitusi sebagai orang Melayu yang sah”. Memang identitas Melayu di negeri jiran itu sedang bermasalah, yaitu semakin terdesaknya penggunaan bahwa Melayu oleh penggunaan bahasa Inggeris, yang suatu ketika bahasa Melayu akan ditinggalkan oleh orang Melayu Malaysia. Gejala yang sama dapat juga terjadi di Aceh, di Sunda, dan daerah lain di Indonesia. Melayu adalah konsep kebudayaan. Sebagai konsep maka identitas Melayu adalah: Melayu dalam bahasa dan adat istiadat, serta Islam dalam agama. Karena itu seringkali Melayu diidentikkan dengan Islam, dan kebudayaan yang berteraskan Islam adalah kebudayaan Melayu. Kebudayaan Aceh adalah kebudayaan Melayu dan berteraskan Islam, dan secara umum disebutkan bahwa Aceh adalah Melayu. Demikian pula halnya dengan orang-orang di Malaysia, Riau, Bugis, Jawa, Srilangka, Pattani, Pilipina Selatan, Madagaskar, Cape Town Afrika Selatan, Walaupun dari negara yang berbeda-beda, semua mereka itu adalah Melayu, karena mereka beragama Islam dan berkebudayaan (berbahasa dan beradat istiadat) Melayu, di samping tentu saja mereka juga menggunakan bahasa nasional mereka sendiri. Mereka berada di negeri-negeri itu karena diaspora Melayu sejak lama. Itulah Dunia Melayu, dan Aceh adalah bagian dari Dunia Melayu. Menurut para ahli bahwa aemenanjung Malaya dan kepulauan Indonesia dalam dua gelombang. Gelombang pertama disebut Melayu Tua (antara 1000-2500 SM) dan gelombang kedua Melayu Muda (sekitar 300 SM). Menurut Mohammad said dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad, pendatang gelombang pertama termasuk orang Batak dan orang Gayo, dan yang datang pada gelombang kedua termasuk penduduk yang tinggal di pesisir Aceh dan Sumatera. Pada masa itu belum ada kebudayaan Melayu seperti sekarang dan belum ada agama Islam. Orang Melayu yang ada di pulau Sumatera itu mula-mula berkepercayaan animime dan dinamisme, dan kemudian sebelum datangnya Islam diantara mereka ada yang sudah mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu dan Budha. Orang-orang Melayu dari Sumatera Selatan, Riau, dan Sumatera Barat ada yang pergi ke semenanjung Malaya, mula-mula bermukim di daerah pesisir yaitu di Melaka dan Singapura. Jadi bangsa Melayu itu asalnya bukanlah dari semenanjung yang sekarang bernama Malaysia. Profesor Ismail Hussein, budayawan Malaysia asal Aceh, mengatakan bahwa Melayu itu lebih merupakan satu kebudayaan bukannya satu kumpulan etnis yang seketurunan darahnya. Dan yang menjadi asas kepada kebudayaan Melayu itu tentulah bahasa Melayu. Sekarang pun ukuran mutu kemelayuan di pelbagai daerah Melayu, selalu dibuat atas dasar kesetiaan kepada bahasa dan adat istiadat Melayu dan bukannya atas dasar keturunan darah. Merujuk kepada R.Roolvink, dikatakannya bahwa dimasa lampau istilah Melayu kadangkala disamakan dengan istilah Jawi. Suku bangsa Aceh, Gayo dan suku bangsa lain di utara Sumatera menggunakan bahasa Jawi, yaitu bahasa Melayu dan menamakan dirinya sebagai orang jawi atau Melayu. Dikatakan pula bahwa sejak awal abad ke-17 istilah Melayu telah bermakna lebih luas, merangkumi suku-suku bangsa serumpun. Dalam artinya yang luas itu Melayu sinonim dengan Melayu-Polinesia. Ketika masyarakat Aceh sudah memeluk agama Islam, maka pada abad ke 16 Aceh menjadi suatu bangsa yang berperadaban tinggi di kepulauan nusantara ini. Kerajaan Aceh Darussalam merupakan salah satu dari lima kerajaan islam di dunia pada masa itu. Bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca, serta bahasa diplomasi dan bahasa ilmu pengetahuan. Banyak buku ilmu pengetahuan dan kitab agama dikarang dalam bahasa Melayu di samping dalam bahasa Arab. Bahasa Melayu yang kemudian oleh bangsa Indonesia dipakai sebagai bahasa nasional adalah bahasa Melayu yang asalnya disebut bahasa Melayu Pasai atau bahasa Jawi dari Aceh. Dengan uraian di atas barangkali cukup alasan untuk mengatakan bahwa Kerak Peradaban Aceh (KPA) adalah Melayu dan Islam, dan Aceh adalah bagian dari istilah Melayu yang lebih luas yaitu Dunia Melayu yang mecakup orang-orang yang bermukim di kepulauan Melayu dan di kepulauan Polinesia, dan Aceh telah sangat berperan dalam pengembangan bahasa Melayu dan agama islam sebagai identitas Melayu. Dalam artikelnya itu KBA memperkenalkan istilah KPA, tetapi sama sekali tidak menjelaskan apa Kerak Peradaban Aceh (KPA) itu. Maka saya duga bahwa menurut KBA bahwa KPA itu ada hubungannya dengan bangsa Arab, dengan menyimak yang ditulisnya : “Karena itu pula ulama dari Mekkah dan Madinah lebih tertarik ke Aceh daripada ke Semenanjung Melayu, karena mereka paham betul bahwa ada KPA di ujung pulau Sumatera ini yang memiliki kaitan kuat dengan kerak peradaban mereka di Timur Tengah. Ini disebabkan oleh asal usul orang Aceh berasal dari bangsa yang paling terhormat di dunia”. Benarkah demikian? Bukankah bangsa Arab hanya salah satu bangsa pendatang ke Aceh di samping orang dari India dan orang Melayu asli yang sudah datang ke Aceh lama sebelum mereka yang dari Timur Tengah itu datang? Mungkin yang dimaksud dengan kerak peradaban itu adalah Islam, tetapi mungkin juga belum tentu, karena tidak sekalipun dalam tulisan itu penulis menyebut kata Islam atau agama Islam, dan mungkin saja kerak peradaban Timur Tengah yang dimaksudkan itu adalah sesuatu sebelum ada Islam. Prof Dr Darwis A Soelaiman, MA, adalah Direktur Eksekutif Pusat Studi Melayu Aceh (PUSMA). [Sumber: Serambinews.com]

1 komentar:

Ikang@Farid mengatakan...

acheh memanglah bukan melayu. Mereka kaum acheh, tapi salah satu etnik melayu. Melayu ni luas pak, jangan sempit saja pemikiran tu ikut border Belanda jajah dulu.

Sebelum belanda menjajah indonesia, seluruh kepulauan indonesia dan malaysia digelar kepulauan nusantara. Dalam catatan-catatan lama ada menggelarkannya sebagai kepulauan emas atau kepulauan melayu sahaja. Mungkin bahasa melayu menjadi lingua franca masa itu.
ini fakta.

Orang malaysia cuba mengangkat kembali kegemilangan semangat nusantara macam dulu, malah banyak seminar2 antara kaum rumpun2 nusantara dan etnik2 melayu lain telah dilakukan untuk bertukar pendapat/pertolongan.

Tapi Indonesia, masih dengan perjuangan nasionalismanya. Semangat nasioalisma yang diajar oleh saka Belanda, hanya untuk memecahkan umat nusantara yang dulu mengawal laluan perdagangn dunia lantas digeruni lawan. Apa penduduk indonesia tidak merindui zaman kegemilangan kita serumpun?
p/s:Malaysia selalu digelar boneka british, tapi setelah 50 tahun merdeka, baru saya tahu indonesia juga boneka belanda secara halus.

My Name..

What HERY SUHENDRA Means
H is for Honest

E is for Easy

R is for Refined

Y is for Young

S is for Sassy

U is for Unusual

H is for Honest

E is for Expressive

N is for Neat

D is for Dramatic

R is for Rich

A is for Ambitious